Tim peneliti dari Universitas Leeds, Inggris, menemukan bahwa tertawa dapat mempercepat penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dengan pengobatan teknologi terbaru. Temuan itu diperoleh dari riset yang dilakukan selama lima tahun terhadap 337 pasien. Dalam riset itu peneliti membandingkan efek tertawa ditambah perawatan luka biasa, dengan penggunaan ultrasound dosis rendah pada luka di kaki pasien.
Partisipan merupakan penderita borok atau luka di bagian kaki yang tidak sembuh-sembuh dalam waktu enam bulan atau lebih. Sebagai prosedur standar, tim peneliti membebat luka untuk merangsang aliran darah dari kaki kembali ke jantung.
Sebab, menurut Professor Andrea Nelson, kunci merawat pasien dengan masalah di kaki adalah dengan merangsang aliran darah kembali dari kaki ke jantung.
’’Cara yang biasanya dilakukan adalah dengan perban kompresi dan stocking yang dikombinasikan dengan pola makan dan olahraga yang benar,” kata pimpinan riset itu seperti dilansir BBC.
Setelah itu peneliti mencoba menambahkan penggunaan gelombang suara (ultrasound) sebagai tambahan prosedur standar. Ternyata tidak ditemukan perbedaan yang berarti pada tingkat kecepatan kesembuhan. Namun ketika para pasien diminta untuk lebih sering tertawa, luka lebih cepat sembuh. Nelson mengatakan, “Hal ini karena tertawa membuat diafragma bergerak dan ini memainkan peranan penting dalam menggerakan darah ke seluruh tubuh.”
Depresi Picu Gagal Ginjal
JANGAN pernah membiarkan diri larut dalam depresi. Hasil penelitian yang dipublikasikan Jurnal Kesehatan Penyakit Neprologi Amerika (CJASN), Amerika Serikat, menyebutkan bahwa depresi memiliki hubungan dengan potensi terkena gagal ginjal.
Penelitian dilakukan oleh Dr Willem Kop berserta rekan-rekannya dari Departemen Kesehatan Psikologi dan Neuropsikologi di Universitas Tilburg, Belanda. Mereka melibatkan 5.785 warga Amerika berusia 65 ke atas selama 10 tahun.
Semua partisipan diwajibkan menjawab pertanyaan mengenai kegiatan sehari-hari dan kadar depresi mereka. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan pertanyaan pengukur tingkat depresi dan sebuah pengukur tingkat terapi pengobatan yang harus dilakukan, termasuk tingkat filtrasi glomerular (eGFR) dan faktor risiko gagal ginjal. Hasilnya, selain bisa memicu penyakit ginjal kronis akut, depresi juga bisa menimbulkan gagal ginjal kronis. Menurut peneliti, depresi mengurangi fungsi ginjal hingga akhirnya membuat fungsi ginjal tidak berfungsi total.
“Orang dengan gejala depresi tinggi memiliki risiko lebih besar menderita penyakit ginjal. Hal ini sebagian dijelaskan oleh faktor medis lain yang berkaitan dengan penyakit depresi dan ginjal. Tapi hubungan dengan depresi lebih kuat pada pasien yang sehat dibandingkan dengan mereka yang telah menderita gangguan kesehatan seperti penyakit diabetes atau jantung,” tulis para peneliti.
sumber