Jika kita membicarakan dua media hiburan yang paling efektif untuk
menghilangkan penat, saya yakin sebagian besar dari kita akan menyebut
game dan film. Kedua media ini memang lihai membuat kita melupakan waktu
dan menyedot semua kesadaran kita ke dalamnya. Apalagi, game memiliki
kelebihan tersendiri dengan menawarkan pengalaman interaktif yang tidak
ditawarkan oleh film. Apakah lantas menggabungkan keduanya melahirkan
sebuah eksistensi yang mahadahsyat? Say
angnya, yang sering kali terjadi
justru sebaliknyaa: sangat mengecewakan.
Pengaruh game di jagat hiburan memang besar. Kebebasan industri ini
untuk melakukan desain karakter secara bebas menghasilkan soundtrack
yang memorable. Plot yang berat sering kali menjadi inspirasi bagi insan
yang berkecimpung di dunia perfilman. Sikap terhadap inspirasi tersebut
kemudian terpecah menjadi dua, menjadikannya tambahan “ilmu
pengetahuan” untuk menciptakan film yang lebih baik atau “mencuri” nama
besarnya dan mengadaptasikannya dalam film. Pilihan kedua, sering kali
berakhir kepada mimpi buruk.
Impian kita sebagai seorang gamer sebenarnya sangat sederhana jika
membicarakan masalah film adaptasi ini. Kita hanya menginginkan film
yang benar-benar menggambarkan judul yang disandangnya. Jika memang bisa
menyesuaikan plot, sesuaikanlah! Jika mampu menciptakan karakter yang
mirip, ciptakanlah! Akan lebih baik lagi jika sampai mampu menghasilkan
pengalaman yang sama seperti saat memainkannya. Tetapi, apa yang justru
sering kita dapatkan? Kekecewaan besar.
Sulit sekali menemukan film adaptasi game, khususnya yang berasal
dari Hollywood yang berakhir dengan rasa puas para gamer yang
menontonnya. Kebanyakan yang hadir justru mendapatkan pembelokan plot
dan karakter yang membuat keseluruhan cerita menjadi kacau balau. Apakah
sebegitu sulitnya menciptakan sebuah film yang sesuai dengan gamenya?
Sepertinya iya, karena 10 film adaptasi game terburuk ini akan
memberikan Anda sedikit gambaran.
10. Final Fantasy: Spirits Within
Saya tidak tahu apa yang ada di kepala Square ketika merilis film
ini. Berani membawa nama Final Fantasy, berarti berani menghadirkan apa
yang tergambarkan di semua kepala gamer. Apa yang gamer pikirkan ketika
mendengar nama Final Fantasy? Saya sudah membayangkan Bahamut berukuran
besar, theme song,
limit break, dan elemen RPG yang kental. Namun, apa yang gamer dapatkan
ketika film ini dirilis? Sebuah tanda tanya terbesar di dunia. Tidak
ada kaitan sama sekali dengan seri game Final Fantasy, tidak ada sedikit
pun. Yang saya sukai dari film ini hanya satu, soundtrack dari Lar’c en
Ciel.
9. Max Payne
Max Payne adalah salah satu karakter paling cool,
namun sekaligus kontroversial di dunia game. Ketika saya mendengar akan
ada versi filmnya, saya mulai membayangkan kekejaman Payne yang
dipadukan dengan skill bullet time-nya yang fenomenal. Apalagi
dibintangi oleh Mark Wahlberg yang kualitas aktingnya tidak perlu
diragukan lagi. Namun, apa yang saya dapatkan? Sebuah film yang membuat
saya hampir tertidur di bioskop. Plot yang aneh, aksi yang sangat
sedikit, scene bullet time yang sangat singkat; sama sekali tidak ada
yang menggambarkan Max Payne di sini.
8. Hitman
Botak dengan tatapan yang tajam layaknya elang yang mencari mangsa.
Agent 47 siap membunuh siapa saja yang ditugaskan organisasi kepadanya.
Membayangkan game Hitman yang selalu mampu menghadirkan ketegangan dan
ras was-was sepanjang permainan, saya berangkat untuk menikmati film
berjudul sama ala Hollywood di bioskop. Kekecewaan saya bahkan sudah
dimulai dari casting yang dipilih. Sang pria yang memerankan Agent 47
malah terlihat terlalu “pretty boy”, tanpa ada kesan
cool dan kejam. 47 yang seharusnya membunuh secara diam-diam ini juga
malah sering terlibat kontak senjata terbuka di filmnya. Sangat bertolak
belakang dengan game yang boleh terbilang sudah berhasil dibangun
dengan sempurna. Saya malah melihat film ini lebih mirip film-film The Transporter dibandingkan Hitman.
7. Resident Evil
Ini mungkin film adaptasi game terburuk yang masih menyisakan banyak
tanda tanya di benak saya pribadi. Pertanyaan terbesarnya adalah:
mengapa orang-orang masih singgah ke bioskop dan menonton film ini,
membuatnya berkembang menjadi sebuah sekuel tanpa mutu? Resident Evil 1
dan 2 mungkin merupakan puncak kejayaan seri ini. Walaupun karakter
utamanya, Alice, tidak pernah muncul di versi video gamenya, saya masih
melihatnya sebagai serial spin-off yang sangat menarik. Namun, ketika
Resident Evil Extinction dan Afterlife lahir dengan plot yang terasa
sangat dipaksakan, film ini tampak “murahan”. Aksi yang sedikit, cerita
tidak jelas, akting yang buruk. Saya lebih jatuh cinta dengan Resident
Evil versi CGI-nya Capcom.
6. Dead or Alive
Ini adalah sebuah dilema. Dead or Alive memang film yang sangat
buruk. Jalinan cerita di dalam film plus pertarungan yang dihadirkan
harus diakui memang kelas rendahan. Visualisasi karakternya juga
mengecewakan, apalagi karakter Kasumi benar-benar tampak jauh berbeda.
Karena hal tersebut, saya memasukkan film ini ke dalam list. Namun harus
diakui, Dead or Alive versi film ini mampu menghadirkan pengalaman yang
sering dirasakan oleh pria ketika memainkan game ini. Sensualitas yang
dijual membuat saya cukup menikmati film ini hingga akhir.
5. Street Fighter: The Legend of Chun-Li
Film ini seharusnya tidak pernah lahir sama sekali. Setelah Street
Fighter zaman dulu yang terbilang buruk, saya menaruh harapan yang cukup
besar kepada Street Fighter: The Legend of Chun Li yang tentunya hadir
dengan teknik dan teknologi yang sudah jauh lebih berkembang. Apalagi,
rencana untuk menghadirkan “plot” Street Fighter dalam lingkup dunia
nyata juga tampil sangat menarik. Namun, apa yang dibawa oleh film ini?
Film aksi; itu saja. Sebagai seorang gamer, saya tidak merasakan apa pun
yang terkait dengan Street Fighter. Mengecewakan.
4. King of Fighters
Lagi-lagi sebuah film berdasarkan genre fighting yang harus masuk ke
dalam list. King of Fighters buatan SNK merupakan game fighting
legendaris dan fenomenal. Siapa yang tidak mengenal Mai Shiranui?
Atau Andy dan Terry Boggard? Hampir semua gamer mengenal mereka.
Tetapi, ketika nama besar seperti ini harus jatuh ke tangan Hollywood?
Saya bahkan hampir menutup mata saat harus menontonnya. King of Fighters
versi movie ini sama sekali tidak dapat dinikmati. Akting buruk,
karakter yang jelek, plot yang aneh luar biasa. Dua jempol ke bawah!
3. Doom
Wow, Doom! Itu mungkin reaksi pertama saya ketika mendengar game ini
akan dibuat versi film layar lebarnya. Siapa yang tidak mengenal Doom?
Salah satu game FPS terbaik yang pernah ada tersebut selalu berhasil
membawa ketegangan dan sedikir rasa takut ketika memainkannya. Apalagi
ketika saya mendengar The Rock dari WWE akan menjadi pemeran utamanya.
Sebagai penggemar berat Doom dan WWE, ini adalah kombinasi maut untuk
membuat hari saya cerah. Ketika menyaksikannya? Hari saya tak pernah
lebih buruk lagi. Semuanya tampak kacau dan murahan, bahkan The Rock-nya
sendiri. Ini seperti film Alien dengan budget 1/1000 milik Cameron.
2. Super Mario Bros
Game terbaik belum tentu melahirkan film yang sama baiknya. Game
terbaik melahirkan film terburuk, itu lebih mungkin untuk terjadi. Super
Mario Bros yang lahir di tahun 1993 adalah salah satu bukti yang paling
nyata, sekaligus sebagai monumen awal lahirnya film-film adaptasi game
berkualitas sama hingga kini. Semuanya terasa salah di film ini. King
Koopa yang berwujud manusia, Yoshi yang menyeramkan, setting kota
modern, mobil mirip Twisted Metal, dan ledakan di sana-sini. INI BUKAN
MARIO BROS!!
1. Semua Film Karya UWE BOLL
Perhatikan dengan seksama wajah pria di atas. Apakah Anda sudah
merasakan kekesalan yang membakar? Atau jangan-jangan Anda belum pernah
mengenalnya sama sekali? Kesalahan terbesar yang dilakukan oleh industri
game dan film saat bersamaan hanya satu, mempercayakan hal tersebut
kepada Uwe Boll, yang kebetulan adalah pria di atas. Dia adalah mimpi buruk bagi kita semua.
Apakah saya terlalu berlebihan? Sama sekali tidak, karena Uwe Boll
memang sebuah mimpi buruk yang hidup. Apa pun perannya di dalam sebuah
film, entah itu sebagai produser, sutradara, penulis naskah, atau tukang
sapu sekali pun (yang ini mungkin berlebihan), film tersebut pasti akan
hancur berantakan. Karya-karyanya adalah bukti yang paling nyata.
Yang membuatnya semakin buruk? Uwe Boll sangat tertarik untuk
mengadaptasi game ke dalam film. Lihat saja karya-karyanya yang
“fenomenal”. Apakah Anda pernah marah ketika menyaksikan Blood Rayne atau Far Cry? Atau mungkin Anda merasa bingung menyaksikan Alone in The Dark dan House of The Dead? Atau Anda jangan-jangan sempat muntah menyaksikan film Dungeon Siege? Semua game keren tersebut hancur berantakan di tangan Boll, seketika.
Sayangnya, mimpi buruk ini juga tidak akan cepat berakhir karena Boll
adalah orang yang pantang menyerah. Ia berjanji akan terus menghasilkan
film-film yang diadaptasikan dari game, dan anehnya beberapa perusahaan
publisher masih mau membiayai dirinya. Oh tidak! Jika harus
disandingkan dengan dunia game, Uwe Boll mungkin bos tersulit yang harus dikalahkan oleh para gamer untuk menamatkan sebuah game.
0 comments:
Posting Komentar