Kuliner Kecoa Goreng ternyata sudah memasyarakat. Saat itu saya dengan dua orang teman sedang liburan ke kota kecil di Thailand Selatan, Krabi. Ketertarikan saya pada Krabi, selain indah, di sekitarnya, terdapat pantai-pantai yang dengan pemandangan yang memesona.
Salah satunya adalah Maya Beach, Kho Phi Phi Island, yang menjadi lokasi syuting film The Beach yang dibintangi oleh aktor ganteng, Leonardo de Caprio.
Setelah lelah mengitari obyek wisata di sekitar Krabi pada hari pertama, kami diajak oleh seorang teman dari Krabi, mengunjungi night market alias pasar malam. Letaknya tidak jauh dari tempat kami menginap, hanya 15 menit berjalan kaki santai. Udara malam itu juga cerah.
Pasar malam disana tidak jauh berbeda dengan suasana pasar malam di Jakarta. Sama seperti pasar malam di Indonesia, pasar malam di Krabi juga menyediakan berbagai macam barang untuk dijual, mulai dari sepatu, sendal, pakaian, tas, aksesori hingga makanan. "Hati-hati dengan tas kalian, banyak copet disini," kata teman saya itu. Ternyata, sama saja dengan di Jakarta, banyak copet, pikir saya.
Selain mencari barang-barang etnik Thailand, tujuan saya ke pusat keramaian itu sudah jelas, makanan. Di antara sekian banyak pilihan, pandangan saya terhenti pada satu gerai di ujung jalan masuk pasar malam.
Gerai makanan itu menjual aneka macam serangga yang biasa dimakan oleh warga Thailand. Ada belalang, jangkrik, kecoa, kumbang dan yang lainnya. Sayang, saya tidak menemukan kalajengking malam itu. Di negeri Gajah Putih ini, aneka serangga memang menjadi santapan sehari-hari.
Di Indonesia, menu serangga seperti jangkrik dan belalang, juga tidak asing lagi bagi sebagian penduduk di sejumlah daerah, seperti Jawa Tengah dan Yogyakarta. Serangga termasuk makanan yang sehat untuk dimakan, rata-rata mengandung protein sebesar 40-60 persen dan lemak sebesar 10-15 persen.
Kembali ke pasar malam Krabi, serangga-serangga itu digoreng kering dan ditata rapi berjajar di nampan-nampan putih di meja. Jadi, pembeli tinggal tunjuk saja jenis yang akan disantap.
Dua teman saya dari Jakarta tidak berani mencobanya. Jadilah saya sendiri yang memakan serangga -serangga itu. Saya memilih kecoa, belalang dan jangkrik. Di Thailand memang ada jenis kecoa tertentu yang bisa dimakan, termasuk telurnya. (Nggak tahu ya, apakah sama dengan jenis kecoa di Jakarta..)
Ketiga serangga itu dimasukkan ke plastik yang berbeda. Cara memakannya, saya diberi semacam bambu seperti tusuk sate, untuk menusuk serangga itu dan memakannya. Agak dag dig dug juga untuk mencicipinya, apalagi membayangkan kecoa yang biasanya berkeliaran di kamar mandi. Duh...!!
Dari ketiga jenis tadi, pilihan pertama untuk dirasa adalah kecoa, karena ini adalah tantangan yang paling menarik ketimbang dua lainnya. Saya lalu mengambil satu kecoa goreng dengan tangan, sementara kedua teman saya langsung menunjukkan raut muka aneh (jijik lebih tepatnya...).
Rasa penasaran membuat saya tetap akan menyantapnya. Udah jauh-jauh dari Jakarta, masa' melewatkan kesempatan langka ini. Lumayan, buat pengalaman ekstrim kuliner (nggak ekstrim-ekstrim amat sih...).
Setelah menghela napas panjang, dengan mata sedikit terpejam, akhirnya saya masukkan si serangga satu ini utuh-utuh ini ke dalam mulut saya. Well, tenyata tidak 'sejijik' yang saya bayangkan. Kecoa ini terasa gurih, garing dan kriuk-kriuk, seperti udang goreng yang kecil-kecil.
Tetapi, meski saya sudah menyantap kecoa dengan wajah tenang, kedua teman saya tetap saja bertahan tidak mau makan serangga-serangga itu. Setelah kecoa, saya pun tidak mengalami kesulitan memakan dua serangga lainnya, belalang dan jangkrik. Tidak berbeda jauh dengan kecoa, kedua jenis serangga ini juga gurih, garing dan crispy.
Sepanjang jalan menyusuri keramaian pasar malam, saya pun sesekali memakan serangga-serangga dalam kantong plastik di tangan saya itu....kriuk-kriuk.....
Kecoa goreng, siapa takut !!
sumber : http://wahw33d.blogspot.com/2012/04/kecoa-goreng-siapa-takut.html#ixzz1sSXwYeev
Setelah lelah mengitari obyek wisata di sekitar Krabi pada hari pertama, kami diajak oleh seorang teman dari Krabi, mengunjungi night market alias pasar malam. Letaknya tidak jauh dari tempat kami menginap, hanya 15 menit berjalan kaki santai. Udara malam itu juga cerah.
Pasar malam disana tidak jauh berbeda dengan suasana pasar malam di Jakarta. Sama seperti pasar malam di Indonesia, pasar malam di Krabi juga menyediakan berbagai macam barang untuk dijual, mulai dari sepatu, sendal, pakaian, tas, aksesori hingga makanan. "Hati-hati dengan tas kalian, banyak copet disini," kata teman saya itu. Ternyata, sama saja dengan di Jakarta, banyak copet, pikir saya.
Selain mencari barang-barang etnik Thailand, tujuan saya ke pusat keramaian itu sudah jelas, makanan. Di antara sekian banyak pilihan, pandangan saya terhenti pada satu gerai di ujung jalan masuk pasar malam.
Gerai makanan itu menjual aneka macam serangga yang biasa dimakan oleh warga Thailand. Ada belalang, jangkrik, kecoa, kumbang dan yang lainnya. Sayang, saya tidak menemukan kalajengking malam itu. Di negeri Gajah Putih ini, aneka serangga memang menjadi santapan sehari-hari.
Di Indonesia, menu serangga seperti jangkrik dan belalang, juga tidak asing lagi bagi sebagian penduduk di sejumlah daerah, seperti Jawa Tengah dan Yogyakarta. Serangga termasuk makanan yang sehat untuk dimakan, rata-rata mengandung protein sebesar 40-60 persen dan lemak sebesar 10-15 persen.
Kembali ke pasar malam Krabi, serangga-serangga itu digoreng kering dan ditata rapi berjajar di nampan-nampan putih di meja. Jadi, pembeli tinggal tunjuk saja jenis yang akan disantap.
Dua teman saya dari Jakarta tidak berani mencobanya. Jadilah saya sendiri yang memakan serangga -serangga itu. Saya memilih kecoa, belalang dan jangkrik. Di Thailand memang ada jenis kecoa tertentu yang bisa dimakan, termasuk telurnya. (Nggak tahu ya, apakah sama dengan jenis kecoa di Jakarta..)
Ketiga serangga itu dimasukkan ke plastik yang berbeda. Cara memakannya, saya diberi semacam bambu seperti tusuk sate, untuk menusuk serangga itu dan memakannya. Agak dag dig dug juga untuk mencicipinya, apalagi membayangkan kecoa yang biasanya berkeliaran di kamar mandi. Duh...!!
Dari ketiga jenis tadi, pilihan pertama untuk dirasa adalah kecoa, karena ini adalah tantangan yang paling menarik ketimbang dua lainnya. Saya lalu mengambil satu kecoa goreng dengan tangan, sementara kedua teman saya langsung menunjukkan raut muka aneh (jijik lebih tepatnya...).
Rasa penasaran membuat saya tetap akan menyantapnya. Udah jauh-jauh dari Jakarta, masa' melewatkan kesempatan langka ini. Lumayan, buat pengalaman ekstrim kuliner (nggak ekstrim-ekstrim amat sih...).
Setelah menghela napas panjang, dengan mata sedikit terpejam, akhirnya saya masukkan si serangga satu ini utuh-utuh ini ke dalam mulut saya. Well, tenyata tidak 'sejijik' yang saya bayangkan. Kecoa ini terasa gurih, garing dan kriuk-kriuk, seperti udang goreng yang kecil-kecil.
Tetapi, meski saya sudah menyantap kecoa dengan wajah tenang, kedua teman saya tetap saja bertahan tidak mau makan serangga-serangga itu. Setelah kecoa, saya pun tidak mengalami kesulitan memakan dua serangga lainnya, belalang dan jangkrik. Tidak berbeda jauh dengan kecoa, kedua jenis serangga ini juga gurih, garing dan crispy.
Sepanjang jalan menyusuri keramaian pasar malam, saya pun sesekali memakan serangga-serangga dalam kantong plastik di tangan saya itu....kriuk-kriuk.....
Kecoa goreng, siapa takut !!
sumber : http://wahw33d.blogspot.com/2012/04/kecoa-goreng-siapa-takut.html#ixzz1sSXwYeev