Dalam dunia marketing, kain tipis yang menjulur di leher itu juga memberi makna tersendiri. Para awak marketing kini banyak mengenakan dasi saat hendak menawarkan produknya. Dengan dasi, mereka menjadi terlihat percaya diri. Mereka juga meyakini bahwa dasi akan menjadi daya pikat tersendiri dalam proses marketing.
Selain makna-makna yang positif, dasi juga punya simbol yang bermakna negatif. Beberapa pelaku penipuan memanfaatkan dasi untuk memperdaya korbannya. Dengan memakai dasi, sang penipu menjadi tampil lebih meyakinkan. Korban pun menjadi semakin mudah untuk ‘dimangsa’-nya. Begitulah kira-kira beberapa simbol yang diwakili oleh dasi.
Sangat wajar jika saat ini dasi memiliki sekian banyak simbol untuk dimaknai mengingat benda tersebut sudah mulai dikenal manusia sejak abad ke-17. Tokoh yang dianggap berpengaruh besar pada proses penemuan dasi menurut time.com adalah Raja Louis XIV dari Prancis. Dialah raja yang pertama kali mengenalkan dasi sebagai simbol kesejahteraan rakyatnya.
Dua abad setelah masa kejayaan Raja Louis XIV terjadilah Revolusi Industri. Peristiwa ini menghadirkan perubahan drastis di tengah masyarakat. Kaum tani yang awalnya bekerja di sawah dan ladang, berbondong-bondong ganti profesi menjadi karyawan pabrik atau para pelaku industry. Perubahan ini memunculkan kelas-kelas pengusaha yang menjadikan pemakaian dasi menjadi semakin populer di masyarakat.
Tahun 1924 seorang penjahit pakaian di Amerika Serikat (AS) bernama Jesse Langsdorf membuat bentuk dasi modern dan kemudian dia patenkan. Dasi buatan Jesse ini begitu populer dan menjadi bagian penting dalam budaya berpakaian masyarakat AS. Akhirnya pada tahun 1950-an muncul ungkapan bahwa seseorang belum berpakaian sempurna kalau belum mengenakan dasi.
Makin berkembangnya pemakaian dasi lantas dilihat sebagai peluang bisnis yang menjajikan oleh pengusaha busana Ralph Lauren. Tahun 1970, dia meluncurkan dasi dengan lebar 10 cm. Dasi model ini pun digandrungi masyarakat luas. Tak hanya kelompok pengusaha, pada perkembangannya kemudian dasi juga dikenakan semua lapisan masyarakat.
Begitu besarnya bisnis dasi, hingga pada tahun 1995 time.com mencatat bisnis dasi di AS mencapai angka 1,3 miliar dolar AS (sekitar Rp 13 triliun). Seiring dengan perkembangan penggunaan dasi –terutama di masyarakat Barat—muncul pula pemaknaan lain dari busana tersebut. Di era modern ini, dasi juga mulai dimaknai sebagai simbol individualism, karena yang mengenakannya kebanyakan adalah masyarakat mapan yang kurang peduli dengan orang lain.
Berbeda lagi dengan persepsi yang dimiliki Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, soal dasi. Dia tidak pernah mau mengenakan dasi karena mengaku tidak memahami betul fungsinya. “Saya tahu fungsi jas untuk menghangatkan tubuh, celana dan baju untuk menutup aurat. Yang saya tidak tahu adalah fungsi dasi,” kata dia dalam sebuah kesempatan.
sumber : http://www.tempatshare.com/2012/04/simbol-simbol-di-balik-penemuan-dasi.html#ixzz1sLjPbrpd