Jancok, jancuk atau dancok adalah sebuah kata khas Surabaya yang
telah banyak tersebar hingga meluas ke daerah kulonan (Jawa Timur
sebelah barat, Jawa Tengah, dll). Warga Jawa Timur seperti Surabaya,
Malang dll turut andil dalam penyebaran kata ini.
Jancok berasal
dari kata 'encuk' yang memiliki padanan kata bersetubuh atau fuck dalam
bahasa Inggris. Berasal dari frase 'di-encuk' menjadi 'diancok' lalu
'dancok' hingga akhirnya menjadi kata 'jancok'.
Ada banyak varian kata jancok, semisal jancuk, dancuk, dancok, damput, dampot, diancuk, diamput, diampot, diancok, mbokne ancuk (=motherfucker), jangkrik, jambu, jancik, hancurit, hancik, hancuk, hancok, dll. Kata jangkrik, jambu adalah salah satu contoh bentuk kata yang lebih halus dari kata jancok.
Ada banyak varian kata jancok, semisal jancuk, dancuk, dancok, damput, dampot, diancuk, diamput, diampot, diancok, mbokne ancuk (=motherfucker), jangkrik, jambu, jancik, hancurit, hancik, hancuk, hancok, dll. Kata jangkrik, jambu adalah salah satu contoh bentuk kata yang lebih halus dari kata jancok.
Makna asli kata tersebut sesuai dengan asal katanya
yakni 'encuk' lebih mengarah ke kata kotor bila kita melihatnya secara
umum. Normalnya, kata tersebut dipakai untuk menjadi kata umpatan pada
saat emosi meledak, marah atau untuk membenci dan mengumpat seseorang.
Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaian kata tersebut, makna kata jancok dan kawan-kawannya meluas hingga menjadi kata simbol keakraban dan persahabatan khas (sebagian) arek-arek Suroboyo.
Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaian kata tersebut, makna kata jancok dan kawan-kawannya meluas hingga menjadi kata simbol keakraban dan persahabatan khas (sebagian) arek-arek Suroboyo.
Kata-kata ini
bila digunakan dalam situasi penuh keakraban, akan menjadi pengganti
kata panggil atau kata ganti orang. Misalnya, "Yoopo kabarmu, cuk",
"Jancok sik urip ae koen, cuk?". Serta orang yang diajak bicara tersebut
seharusnya tidak marah, karena percakapan tersebut diselingi dengan
canda tawa penuh keakraban dan berjabat tangan.
Kata jancok juga
bisa menjadi kata penegasan keheranan atau komentar terhadap satu hal.
Misalnya "Jancok! Ayune arek wedok iku, cuk!", "Jancuk ayune, rek!",
"Jancuk eleke, rek", dll. Kalimat tersebut cocok dipakai bila melihat
sesosok wanita cantik yang tiba-tiba melintas dihadapan. Hehe…
Akhiran
'cok' atau 'cuk' bisa menjadi kata seru dan kata sambung bila
penuturnya kerap menggunakan kata jancok dalam kehidupan sehari-hari.
"Wis mangan tah cuk. Iyo cuk, aku kaet wingi lak durung mangan yo cuk.
Luwe cuk.". Atau "Jancuk, maine Arsenal mambengi uelek cuk. Pemaine
kartu merah siji cuk."
Aku pertama diajarin temen-temenku, katanya gini, "jancuk itu permisi". Jadi ntar kalo ada orang tua lewat, ntar kamu permisi, "jancuk mas, jancuk mas" gitu katanya…
"bahasa kotor lho itu"
"jorok, nggak baik, nggak asik aja didenger"
"jancuk? nggak ngerti deh apaan. cuman keknya orang kalo lagi marah-marah ngomongnya "jancok!"."
"jancok itu fuck you"
"shit, bedebah, kayak gitu-gitu, kata kotor!"
"pokoke kalo mangkel ngomong itu sudah"
"hari ini, sampe setua ini saya belum pernah dipisuhi dengan kata-kata seperti itu"
"kalau kaya gitu ya agak risih juga sih, tapi lama-lama juga terbiasa"
"biasa aja, lama-lama niruin juga soalnya"
"ya lihat-lihat situasi sih. kadang marah, kadang bercanda thok"
"pertamanya nggak papa, karena ga tau"
"kadang seneng, kadang juga mangkel"
"jancuk? ya lihat ekspresi wajahnya. kalau jancuknya sambil ketawa, ya saya cuek saja. kalau jancuknya sambil marah-marah, ya saya tinggalin saja maksudnya gitu, gak usah direken ya mas ya."
"jangan anggap nilai cinta itu omong kosong" "
"jancok iku jan cocok ngono loh nek ambek kancane dewe"
"penting gak sih ngomong kek gitu?! "
"jancuk itu jadi anak cukup keren"
"kata jorok yang sebenernya gak boleh diucapkan"
"tapi saat kata itu digunakan dalam suatu kelompok untuk menambah keakraban, misalnya "Hey cuk!" it's no problem"
"kadang nek suwe gak ketemu "koen iku nangdi ae rek? jancok!"."
"merupakan salam ciri khasnya Jawa Timur iku"
" dikasih W depannya tuh pake J biar mantep … juwancukkkk!! itu baru mantep"
Jancok Sebagai Identitas Arek Suroboyo
Surabaya
adalah kelompok sosial yang bersifat heterogen. Keberagaman ras, etnis,
maupun perbedaan pekerjaan menjadikan di kota ini berkembang sebagai
metropolitan. Modernitas ini memupuk keberagaman secara kolektif dan
kontinyu sehingga memiliki ciri khas (Dr. Achmad Habib,MA:2004).
Kesamaan
dalam bentuk perilaku sehari-hari, konsep pemikiran, perspektif
terhadap kehidupan, menjadikan masyarakat surabaya muncul loyalitas dan
kebanggaan tersendiri. Banyak istilah yang mencerminkan kebanggaan arek
surabaya seperti Bonek ataupun umpatan seperti jancok yang dibahas dalam
artikel ini.
Jancuk dalam media komunikasi sebagai kosakata,
atau lebih tepat jika dikatakan sebagai kata sapaan. Terlepas dari
persoalan maknanya, jancuk dapat dipandang sebagai produk budaya dalam
bentuk tradisi lisan. Dalam perkembangannya dapat berimplikasi, baik
secara langsung, maupun tidak langsung terhadap masyarakat (Teeuw,
1984:65).
Dalam perkembangan yang begitu cepat, kata jancok
menjadi populer. jancok menjadi simbol aksen/pengucapan dalam setiap
aktifitas Arek Surabaya. Dalam perang kemerdekaan, kata jancok menjadi
kata pengobar semanga pejuang. Coba perhatikan film perjuangan, Surabaya
10 November 1945, jancok dijadikan sebuah ungkapan untuk menumpahkan
rasa kesal, kecewa ataupun motifator.
Pada dasarnya jancuk
merupakan penanda masyarakat Surabaya yang berwatak yang keras, penuh
perlawanan, spontanitas dan egaliter. Namun pada kenyataanya asumsi
negatif tetap 'dibebankan' pada jancuk yang mempengaruhi perkembangan
moralitas arek Surabaya. Pernyataan tersebut tidaklah salah, sebab
memang secara harfiah, jancuk merupakan akronim dari kosakata yang
'ditabukan', namun disisi lain masyarakat Surabaya dikenal sebagai
masyarakat yang dalam proses interaksi sosial menganut sistem masyarakat
yang bersifat egaliter.
Sistem masyarakat yang bersifat
egaliter adalah sebuah perilaku sosial dalam sebuah proses interaksi
sosial yang tidak membeda-bedakan manusia, terutama dalam ruang lingkup
kelompok sosialnya sendiri, dalam hal status dan derajat sosialnya
(Kellner, 2003: 215)
Hal tersebut sepertinya menguatkan
kepercayaan bahwa kata jancok sudah merupakan identitas arek Suroboyo,
sekaligus kata salam atau sapaan yang menjadi suatu ungkapan yang
mengandung arti kedekatan emosi sesuai dengan karakter arek Soroboyo.
Namun demikian baik Sabrod. D Marioboro maupun Edi T. Samson mengatakan
dalam penggunaannya harus tetap memperhatikan esensi, situasi, tempat
dan kepada siapa kata itu diungkapkan dan ditujukan. Jangan sampai hanya
kerena 'jancok' terjadi pertumpahan darah yang menumbangkan persatuan
yang selama ini dibina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar